Kabupaten Buleleng |
Pada
jaman dahulu di Pulau Bali, hidup seorang raja yang bergelar Sri
Bagening. Sang Raja memiliki banyak istri, dan istri terakhirnya bernama
Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek berasal dari Desa Panji, dan masih keturunan
Kyai Pasek Gobleng. Suatu waktu, Ni Luh Pasek mengandung. Oleh
suaminya, ia dititipkan kepada Kyai Jelantik Bogol. Tak berapa lama,
anaknya pun lahir. Anak itu diberi nama I Gede Pasekan. I Gede Pasekan
mempunyai wibawa besar sehingga sangat dicintai dan dihormati oleh
pemuka masyarakat maupun masyarakat biasa.
Suatu hari, ketika usianya menginjak dua puluh tahun, ayahnya berkata padanya,
Suatu hari, ketika usianya menginjak dua puluh tahun, ayahnya berkata padanya,
“Anakku, sekarang pergilah engkau ke Den Bukit di daerah Panji.”
“Kenapa ayah?”
“Karena di sanalah tempat kelahiran ibumu.”
Sebelum
berangkat, ayah angkatnya memberikan dua buah senjata bertuah, yaitu
sebilah keris bernama Ki Baru Semang dan sebatang tombak bernama Ki
Tunjung Tutur. Dalam perjalanannya, I Gede Pasekan diiringi oleh empat
puluh pengawal yang dipimpin Ki Dumpiung dan Ki Dosot. Ketika sampai di
daerah yang disebut Batu Menyan, mereka bermalam dengan dijaga ketat
oleh para pengawal secara bergantian. Saat tengah malam, tiba-tiba
datang makhluk ajaib penghuni hutan. Dia mengangkat I Gede Pasekan ke
atas pundaknya sehingga I Gede Pasekan dapat melihat pemandangan
lepas ke lautan dan daratan yang terbentang di hadapannya. Ketika dia
memandang ke arah timur dan barat laut, ia melihat pulau yang amat
jauh. Ketika melihat ke arah selatan pemandangannya dihalangi oleh
gunung. Setelah makhluk itu pergi kemudian terdengar bisikan.
“I Gusti, sesungguhnya apa yang telah engkau lihat akan menjadi daerah kekuasaanmu.”
Keesokan
harinya rombongan itu melanjutkan perjalanan. Meski sulit dan penuh
rintangan akhirnya rombongan I Gede Pasekan berhasil mencapai tujuan,
yaitu Desa Panji, tempat kelahiran ibunya. Suatu hari, ada sebuah perahu
Bugis yang terdampar di pantai Panimbangan.Warga setempat yang
dimintai tolong tak mampu mengangkatnya.
Keesokan harinya orang Bugis pemilik perahu itu meminta tolong pada I Gede Pasekan.
“Tolonglah
kami, Tuan. Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kami, sebagian muatan
itu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai upahnya.”
“Kalau itu keinginan kalian, saya akan berusaha mengangkat perahu itu,” jawab I Gede Pasekan.
I
Gede Pasekan segera memusatkan pikiran. Dengan kekuatan gaibnya,
perahu yang kandas itu berhasil diangkatnya. Sebagai ungkapan rasa
terima kasih, orang Bugis itu memberikan hadiah berupa setengah dari isi
perahu itu kepada I Gede Pasekan. Di antara hadiah itu terdapat dua
buah gong besar. Sejak saat itu I Gede Pasekan menjadi orang kaya dan
bergelar I Gusti Panji Sakti. Kekuasaan I Gede Pasekan mulai meluas dan
menyebar sampai ke mana-mana. Dia pun mendirikan kerajan baru di Den
Bukit. Kira-kira abad ke-17, ibukota kerajaan itu disebut orang dengan
nama Sukasada. Kerajaaan I Gede Pasekan itu berkembang hingga ke utara.
Daerah itu banyak ditumbuhi pohon buleleng. Oleh karena itu, pusat
kerajaan beralih ke wilayah itu. Wilayah itu pun diberi nama Buleleng.
Di
Buleleng dibangun sebuah istana megah yang diberi nama Singaraja. Nama
ini menunjukkan bahwa penghuninya adalah seorang raja yang gagah
perkasa laksana singa. Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa nama
Singaraja artinya tempat persinggahan raja. Barangkali ketika sang Raja
masih di Sukasada, sering singgah di sana. Jadi, kata Singaraja berasal
dari kata singgah raja.